Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebutkan hal semacam ini jadi bentuk jaminan serta perlindungan untuk nasabah. Sebab, jadi wasit industri jasa keuangan, OJK begitu fokus memerhatikan perlindungan nasabah.
![]() |
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/ |
" Umpamanya, apakah kelak mesti ada asuransi atau tidak, itu nanti dapat di lihat sekali lagi, " tutur Wimboh di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (14/2).
Meski demikian, Wimboh enggan menerangkan lebih jauh tentang kajian aplikasi peraturan ini. Umpamanya pilihan aplikasi product asuransi itu ikuti mekanisme pemberian credit oleh bank atau dapat pula product baru.
Menurutnya, industri asuransi cukup gairah untuk memberi jaminan pada nasabah pinjaman fintech. " Sebagian asuransi telah ada yang bersedia serta pengen berusaha untuk masuk, " tuturnya.
Disamping itu, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengakui menyambut dengan baik jaminan ke pinjaman fintech ini, karna dipandang bisa memberi faedah buat industri untuk tingkatkan perkembangan premi beberapa pengguna.
Menurut dia, pemberian asuransi ke utang nasabah fintech dapat dikerjakan seperti asuransi utang credit bank yang sudah jalan. Cuma saja, memanglah izin produknya pasti butuh dilaporkan dahulu ke OJK.
" Produknya sama, umpamanya lewat product asuransi jiwa serta kerugian. Tapi tetaplah bila jadi, ini mesti dilaporkan ke OJK, walau produknya sama, tapi platformnya lain, " tuturnya.
Saksikan juga :
Jumpai Ratu Maxima, Jokowi Sebut Kunci Dorong Inklusi Keuangan
Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menilainya asuransi utang fintech bukanlah hal yang prioritas sekarang ini. Tetapi, asosiasi pasti juga akan mensupport bila OJK menginginkan menjalankannya.
Pasalnya, Direktur Eksekutif untuk Kebijakan Umum Aftech Ajisatria Suleiman menilainya yang sesungguhnya mesti didorong keringanan untuk orang-orang untuk memperoleh utang.
" Ini bukanlah prioritas, karna sampai kini marketnya telah berkembang, tapi bukanlah hal yang butuh kami gedor, " kata Ajisatria
Menurut dia, sekarang ini telah ada 3-4 perusahaan yang bekerja bersama dengan perusahaan asuransi untuk memberi jaminan pada utang fintech ke nasabah.
Berdasar pada data OJK, sekarang ini sekitaran 32 perusahaan dari 235 perusahaan fintech di Indonesia yang beroperasi di sektor P2P Lending. Dari jumlah itu, 30 perusahaan berskema konvensional serta dua bekasnya berskema syariah.
Dari 32 fintech itu, jumlah pemberi utang (lender) menjangkau 100. 940 orang, dengan jumlah utang menjangkau Rp2, 56 triliun sampai Desember 2017. Lantas, jumlah penerima utang menjangkau 259. 635 orang. Untuk rasio utang bermasalah untuk kurun saat kurang dari 90 hari sebesar 0, 9 % pada akhir 2017 atau bertambah dari akhir 2016 sebesar 0, 6 %.